Selasa, 13 April 2010

CONDUCT DISORDER

A. Pendahuluan
Di antara permasalahan yang acapkali dihadapi sejumlah keluarga, lembaga sekolah, dan badan-badan penampungan anak adalah kecenderungan anak untuk mengacau, menyakiti, dan mengganggu orang lain. Perilaku dan perbuatan tersebut akan menimbulkan berbagai kesulitan dan kekacauan. Bahkan, kecenderungan buruk itu dapat memicu kedua orang tua sang anak—baik penindas maupun tertindas—untuk selalu bertengkar sengit.
Seorang anak yang di lorong-lorong jalan atau sekolah—dengan alasan apapun—suka berbuat jahat kepada anak-anak lain, menyakiti anak yang lebih kecil atau lebih besar dari dirinya, suka menarik rambut anak perempuan sampai menangis, tentunya akan merepotkan orang tuanya, sekaligus menimbulkan kejengkelan dan kekesalan orang tua anak yang disakiti.

B. Pengertian
Conduct disorder atau perilaku mengganggu atau mengacau merupakan suatu pola negativistik, permusuhan dan perilaku menentang yang terus-menerus tanpa adanya pelanggaran serius terhadap norma sosial atau hak orang lain. Biasanya dimulai pada usia 6-8 tahun dan tidak lebih dari masa remaja. Lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan pada anak lelaki. Ciri-ciri umum conduct disorder antara lain:
  1. Sering berdebat dengan orang tua
  2. Sering kehilangan kendali
  3. Mudah marah dan benci jika digangggu orang lain
  4. Sering menggertak, mengancam, menakut-nakuti orang lain
  5. Sering memulai perkelahian fisik
  6. Melakukan kekejaman fisik terhadap orang lain atau hewan
  7. Secara sengaja merusak harta benda orang lain
  8. Berbohong untuk mendapatkan barang atau persetujuan, atau unyuk menghindari kewajiban
  9. Mencuri
  10. Sering bermain diluar rumah pada malam hari atau kabur dari rumah
  11. Sering membolos sekolah dan sering melanggar peraturan

Biasanya lebih sering ditemukan pada seting rumah dan bukan diluar rumah dan biasanya lebih sering terjadi pada orang yang dikenal baik. Dalam beberapa kasus maksimal adalah teman sendiri. Anak dengan gangguan ini biasanya tidak merasa dirinya sebagai penentang, tetapi mengakui bahwa perilaku yang ditunjukkan adalah sebagai respon terhadap keadaan yang tidak dapat diterima.

C. Penyebab Conduct Disorder
Penyebab seorang anak memiliki perilaku mengganggu atau mengacau semacam itu menyimpulkan bahwa faktor-faktor penyebabnya adalah sebagai berikut:

1. Mental (kejiwaan), meliputi:
Anggapan bahwa orang-orang dimaksud berusaha menghalangi usahanya meraih tujuan
Kegagalan dan kekurangan. Dalam hal ini, tindakan mengganggu dan menyakiti merupakan usaha menutupi kegagalan dan kekurangan dirinya, serta demi mendapatkan ketenangan batin
Ingin melenyapkan berbagai ganjalan yang bersemayam dalam jiwanya. Ganjalan jiwa tersebut mendorong munculnya berbagai kelainan sikap dan perilaku
  • Perasaan congkak dan sombong
  • Perasaan bersalah dan berdosa, sehingga menyebabkan sang anak selalu gelisah. Dalam hal ini, dia akan melakukan apa saja demi memperoleh ketenangan jiwa
  • Kelainan jiwa; sang anak menganggap dirinya singa yang buas, yang siap menerkam dan mencabik-cabik orang-orang di sekitarnya. Gangguan psikopatis yang menjadikan sang anak bersikap dan berperilaku abnormal serta cenderung ofensif (menyerang)
  • Ingin memperingatkan diri sendiri agar dihukum orang lain
  • Perasaan hina dan rendah diri (inferior). Tindakan mengganggu dan menyakiti sesama dimaksudkan untuk mematahkan perasaan tersebut
  • Perasaan lemah dan tak mampu mnyelesaikan berbagai kesulitan masa lalu
  • Trauma masa lalu
  • Timbulnya gejolak kejiwaan yang diarahkan untuk melakukan perlawanan. Dalam hal ini, tindakan mengganggu dan menyakiti orang lain dijadikan alat meraih ketenangan dan ketentraman jiwanya

2. Emosi, meliputi:
  • Kurang atau bahkan tak pernah mendapatkan curahan kasih sayang. Keadaan ini membuat kehidupan sang anak gelap-gulita sehingga tak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk
  • Berelebihan dalam memperoleh curahan kasih sayang. Keadaan ini mendorong sang anak banyak menuntut, serta menganggap orang lain berada dibawah kekuasaannya. Hal ini menjadikannya merasa bebas mengganggu dan menyakiti orang lain
  • Kedengkian, faktor ini kebanyakan muncul dalam diri seorang anak yang memiliki adik baru yang masih bayi. Ia beranggapan bahwa adiknya yang masih mungil itu telah merampas kasih sayang yang selayaknya ia terima. Namun, terdapat pula anak kecil yang mendengki saudaranya yang lebih besar atau anak bebal terhadap saudaranya yang cerdas
  • labil sehingga cenderung melakukan hal-hal yang tidak wajar
  • Keinginan memusuhi siapapun yang tidak disukai dan disenanginya. Ia selalu merasa dirinya tidak aman
  • Perasaan bingung dan gelisah. Dalam hal ini, sang anak kehilangan semangat serta mudah jengkel dan sakit hati. Hanya lantaran persoalan kecil dan remeh, ia langsung menggebu-gebu untuk melakukan pembalasan secara berlebihan
  • Cenderung melakukan sadisme. Dalam hal ini, ia merasa nikmat dan puas dalam melakukan tindakan sadistis. Perasaan ini lebih banyak dipendam anak-anak yang telah dewasa
  • Kematian ayah atau ibu
  • Diskriminasi atau merasa dibeda-bedakan serta merasa tidak diperlakukan adil
3. Pendidikan
Ada kalanya kecenderungan menggangu atau menyakiti bersumber dari proses pendidikan. Disini anak belajar dan meniru perbuatan orang lain yang diyakininya dapat dijadikan sarana yang mempermudahnya dalam meraih tujuannya.
Betapa banyak orang tua yang sacara tidak sadar, menerapkan sistem kekerasan dalam lingkungan rumah tangganya. Atau berlebihan dalam megasihi dan menyayangi anak. Cara-cara semacam itu hanya akan merusak dan menghancurkan kehidupan anak-anaknya di masa depan. Mereka akan unjuk kekuatan dan kekerasan yang lama kelamaan akan menjadi sebuah kebiasaan yang tak terpisahkan.
Kecenderungan seperti itu juga dapat berasal dari doktrin lingkungan setempat, baik sengaja maupun tidak.

4. Sosial
Kecenderungan anak mengganggu dan menyakiti adakalanya bersumber dari masyarakat:
  • Pergaulan dengan anak-anak amoral. Sang anak cenderugn meniru dan mengikuti tingkah laku mereka yang jahat dan suka menyakiti sesama.
  • Anak yang hidup dan dibesarkan di tengah-tengah lingkungan yang dipenuhi tindak kekejaman dan kekerasan.
  • Hubungan serta pergaulan yang dijalin bersifat amoral dan asusila. Seorang anak yang masa kanak-kanaknya pernah dizalimi, disakiti, atau dilecehkan secara seksual, pada umumnya akan cenderung menyakiti siapapun yang dianggapnya lemah.
  • Dikarenakan ingin meniru dan membalas dendam. Ketidakmampuan untuk membalas dendam terhadap berbagai perlakuan kasar yang ia terima, akan menyebabkan dirinya berbuat kasar dan manyakiti orang lain.
  • Berasal dari tingkat ekonomi yang kurang berada dan tidak mampu mencapai status sosial yang bagus, karena ingin memiliki materi-materi (barang-barang) yang tidak dapat dimiliki dengan cara yang tidak daptditerima secara sosial dalam masyarakat.

5. Kehidupan
Sejumlah pakar psikologi meyakini bahwa faktor kehidupan dan genetik dapat mendorong anak menggangu dan menyakiti orang lain. Mereka menyatakan bahwa secara fitriah dan kodrati, sebagian manusia itu memiliki kecenderungan jahat dan menyimpang. Hal itu disebabkan karena mereka memiliki kelebihan kromosom.
Disamping itu , kita juga harus menyadari bahwa faktor kehidupan juga dapat mempengaruhi sejumlah perkara. Misalnya, buruk rupa, menderita sakit kronis yang berkepanjangan, kurang tidur, mudah letih gangguan syaraf, dan gangguan pencernaan.
Seorang anak yang menderita penyakit yang susah untuk disembuhkan dan senantiasa diejek oleh temannya lantaran memiliki kekurangan atau cacat, atau kondisi syaraf yang rentan dan mudah tersinggung, besar kemungkinan akan melakukan tindakan buruk dan tercela. Jadi tindakan menyakiti bukanlah sepenuhnya berasal dari fitrah dan kodratinya, melainkan lingkungan dan kondisi yang terbentuk didalamnya. Pedapat ini sesuai dengan Islam; tindakan criminal , kekerasan, dan penyimpangan pada dasarnya berakar dalam batang tubuh masyarakat.

6. Lain-lain
Di antara sejumlah faktor yang telah disebutkan, masih terdapat sejumlah faktor lain yang mendorong seorang anak menyakiti sesamanya, antara lain:
  • Faktor pertumbuhan sikap dan kebiasaannya. Sewaktu berusia 2 tahun, sang anak misalnya suka mencakar, merebut, menendang, menarik rambut dan sejenisnya. Semua itu termasuk dalam kategori menyakiti dan akan kian menjadi-jadi seiring dengan proses pertumbuhan dirinya.
  • Merasa memiliki. Perasaan ini mulai muncul sejak sang anak mulai menginjak usia 3 tahun. Dalam hal ini, sang anak akan berusaha menjaga dan mempertahankan kepemilikannya dengan menggunakan cara-cara yang beraroma kekerasan.
  • Ketidaksanggupan memberi kejelasan kepada orang tua (kedua orang tua tidak mampu memahami ucapan dan perkataan sang anak). Akibatnya, demi melampiaskan kekesalannya itu serta menenangkan hatinya, ia akan menjerit, memporak-porandakan benda-benda disekitarnya, memukul orang lain, dan sebagainya.
  • Memakasa kedua orang tua menuruti keinginannya. Caranya adalah dengan menjadikan kedua orang tuanya merasa bosan dan jemu. Sang anak beranggapan bahwa itu semata-mata merupakan haknya.
  • Egoisme berlebihan. Dalam keadaan ini sang anak menganggap orang lain tak lebih sebagai budaknya belaka yang dapat diperlakukan sesuka hati dan harus menuruti kemauannya.
  • Penyikasaan dan penganiayaan anak. Misalnya trumatis, anak menjadi sangat waspada secara berlebihan, selalu curiga dengan lingkungan, tidak mampu mengekspresikan perasaan sehingga sangat mudah meledak dan juga sangat agresif dan sering bersikap kejam.

D. Individu yang Menjadi Korban
Conduct disorder tidak membeda-bedakan korban antara yang kecil dan yang besar, kuat maupun lemah. Ia tak ubahnya seekor kalajengking yang akan menyengat apapun yang ada disekitarnya; jiak mampu akan disengatnya, jika tidak akan melarikan diri.
Disamping itu, anak-anak yang suka mengganggu dan meyakiti orang lain—sesuai tingkat kecerdasan dan pengetahuannya—akan menjadikan anak-anak yang tidak terlalu berdampak negatif bagi dirinya sebagai sasaran. Sekalipun sebagian besar dari mereka sama sekali tidak memikirkan apapun dampak yang akan timbul darinya. Berdasarkan sebuah penelitian, disimpulkan bahwa tipe anak-anak yang cenderung dan disakiti antara lain:
  • Anak-anak penakut, lemah, tak mampu membela diri, serta tak punya kesanggupan untuk mengungkapkan ketertindasannya kecuali dengan menangis.
  • Anak-anak kecil yang tak punya kemampuan untuk melawan dan mempertahankan diri.
  • Anak-anak yang sibuk bermain dan menjalankan aktifitasnya, lalu tiba-tiba diserang dan diganggu
  • Anak-anak yang mengenyam pendidikan dengan benar, dimana harga dirinya tidak membenarkan untuk melakuakan pertengkaran dan perkelahian
  • Anak-anak yang sendirian dan tak punya pelindung, yang sering manyendiri di sudut-sudut tertentu seraya menyaksikan anak-anak lain beraktifitas
  • Anak-anak yang mudah percaya, atau bahkan kurang akal sehingga tak mampu memahami keadaan diri dan sekelilinganya
  • Anak-anak yang lebih besar dan dalam keadaan lengah juga dapat menjadi sasaran gangguan. Jelas itu akan secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi sehingga sang korban tidak menyadarinya dan tak dapat melakukan pembalasan

E. Dampak Untuk Masa Depan Anak Penderita Conduct Disorder
Bila tindakan mengganggu dan menyakiti anak lain hanya bersifat kebetulan semata dan hanya terjadi pada satu atau dua kasus saja, maka itu tidak terlalu mencemaskan; sang anak melakukan perbuatan tidak baik, kemudian menyesalinya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Namun, mala petaka akan segera muncul apabila perbuatan itu dilakukan secara berkelanjutan atau menjadi semacam kebiasaan.
Pribadi-pribadi smacam ini, dalam tempo yang tidak terlalu lama, akan tumbuh menjadi manusia yang zalim, kejam, dan bertindak kriminal. Sikap anti sosial kebanyakan muncul dari kebiasaan tersebut. Saking seringnya berebuat keburukan, mereka pun akan terbiasa dan tidak lagi merasa malu melakukannya. Bahkan dalam beberapa kasus, mereka melakukan kejatan tersebut dengan tanpa sadar atau demi memuaskan kecenderungan batinnya.
Sebagian besar dari mereka yang telah berumah tangga melangkah diluar jalur keadilan dan tidak memiliki hubungna yang harmonis dengan anggota keluarganya. Mereka menganggap anak dan isterinya sebagai penyebab keguncangan dan kehancuran rumah tangga.
Tak kala seseorang memiliki kepribadian menyimpang kemudian hendak dipraktikan dalam kehidupannya, bila tidak mampu kepada oranglain, niscaya ia akan mempraktikannya kepada anggota kelurganya sendiri. Ia tidak lain dari orang yang zalim. Baginya, masalah keadilan sama sekali absured dan nihil belaka.
Begitu pula dengan kelompok anak-anak yang memiliki kecenderungan yang sama. Dimasa datang, mereka tak akan tumbuh menjadi orang-orang yang disenangi dan dikerumuni teman-temannya. Orang-orang yang mendekati atau berada di sekelilingnya hanyalah orang-orang yang memiliki kebutuhan yang sangat mendesak, atau merasa takut dan ngeri terhadap kebengisannya. Orang-orang semacam ini tak akan merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Sikap dan perbuatannya semata-mata mengobarkan api permusuhan. Jelas, itu tidak akan menarik orang lain untuk menjadi sahabatnya. Ditengah masyarakat mereka tak punya kehormatan dan harga diri.

F. Contoh Kasus
Julie seorang anak yang mengidap penyakit bipolar (salah satu jenis gangguan conduct disorder). Julie sangat mudah kesal sejak lahir. Dia jarang tidur dan tidak bisa ditenangkan. Suatu hari sewaktu Julie berusia enam tahun, dia marah kepada ibunya karena memberinya waktu istirahat. Untuk sementara lantai atas sangat sepi, yang sebenarnya tidak biasa, dan ibunya naik ke atas untuk melihat Julie. Ibunya melihat Julie sedang memasang sekitar 50 jepit rambut di atas tangga, sengaja di posisikan berdiri di atas karpet. Itu sebenarnya diperuntukkan bagi ibunya saat melangkah.
Keluarganya sudah mengalami hampir tiga tahun keadaan Julie seperti itu. Setidaknya satu kali sehari, Julie mangamuk sampai dua jam. Dia akan berteriak dan berguling-guling di lantai. Dia seperti mempunyai kekuatan manusia super dan sering memukuli ibunya. Banyak kejadian saat ibunya harus mengekang Julie dan menjaganya untuk tidak menyakiti orang lain. Dia akan menendang, memukul, mencubit, menggigit, meludahi, bahkan membenturkan kepala ibunya. Dia mempunyai pandangan liar di matanya yang nyaris seperti hewan yang akan meledak memperjuangkan kehidupannya.

G. Terapi Untuk Conduct Disorder
Ada metode-metode terapi yang berbeda untuk membantu anak belajar bagaimana merasa lebih baik secara emosional, berinteraksi lebih baik dengan orang lain dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dalam banyak kasus, terapis akan menggunakan pendekatan apa saja yang terbaik bagi anak.

1. Terapi Kognitif
Terapi perilaku kognitif adalah satu yang paling umum dan jenis terapi yang berhasil untuk gangguan bipolar. Hal itu berfokus pada situasi dan masalah aktual saat ini. Terapi ini tertuju pada pikiran dan perasaan (kognitif) serta tindakan (perilaku) serta bagaimana saling mempengaruhi satu sama lain. Anak bisa belajar kemampuan khusus yang membantunya mengenali kapan ia mengalami distorsi persepsi terhadap persepsi, memodifikasi keyakinan, dan mengubahnya ke arah perilaku yang lebih pantas saat merespon situasi seperti itu.
Perawatan anak yang mengalami conduct disorder mungkin juga termasuk terapi bermain, saat ia terlibat pada aktivitas berbeda dalam upaya menciptakan kesempatan untuk mengarahkan frustasi, pilihan, dan pendekatannya. Hal ini cukup membantu bagi anak-anak yang belum bisa mengungkapkan perasaannya dalam kalimat.

2. Program Terapi Multimodalitas
Program terapi ini melibatkan seluruh anggota elemen kejidupan anak seperti keluarga, masayarakat dan sekolah. Sebaiknya terapi ini sesegera mungkin dilakukan, semakin terlambat dilakukan maka anak semakin sulit disembuhkan.

3. Terapi Medikasi
Medikasi dapat menjadi terapi tambahan yang berguna untuk sejumlah gejala yang sering terjadi pada gangguan konduksi. Agresi eksplosif yang jelas berespon terhadap beberapa medikasi. Antipsikotik, terjelas adalah haloperidol (haldol), menurunkan perilaku agresif yang menyerang yang mungkin ditemukan dalam berbagai gangguan.

4. Beberapa Cara Altenatif Lainnya
Dalam usaha memperbaiki dan membenahi sikap anak agar tidak lagi cenderung mengganggu, menyakiti, apalagi meyikasa sesamanya, perlu ditempuh pula cara-cara altenatif berikut ini:
  • Menjauhkan anak-anak—khususnya yang lemah—dari jangkauannya, sehingga tidak menjadi korban perbuatan buruknya.
  • Memperhatikan serat mengawasi tingkah lakunya, khususnya sewaktu ia berada di lingkungan baru
  • Menasihati serta mengingatkannya secara rutin bahwa perbuatannya itu buruk dan tercela
  • Memberi kesibukan kerja, bermain, atau beraktivitas positif lainnya. Itu agar anak-anak lain merasa aman dari gangguan perbuatan buruknya.
  • Memandang denan tajam adirinya memahami apa yang sedang dilakukannya
  • Memperingatkan anak-anak lain agar berhati-hati kepadanya. Kalau perlu, anjurkan untuk melawan perbuatan buruknya
  • Mengenali problem dan kesulitan yang tengah dihadapi sang anak, sehingga kita, mampu mencegahnya mengganggu dan menyakiti anak lain
  • Menyediakan sarana dan membangun lingkungan yang dapat menciptakan ketenangan dan kedamaian jiwa sang anak
  • Dalam lingkungan keluarga, setiap anak diberi tempat tertentu yang tidak boleh diutak-atik anak lain. Itu dimaksudkan agar di antara mereka tidak terjadi upaya saling mengganggu dan menyakiti


Sumber:

Kaplan, H.I, Benjamin J.S, & Jack A.G. 1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara.

Qaimi, A. 2004. Keluarga dan Anak Bermasalah. Bogor: Cahaya.

Singer, C & Sheryl Gurrentz. 2004. Menangani Gangguan Manik-Depresif pada Anak. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

3 komentar: