Sabtu, 29 Oktober 2011

Depok, 29 Oktober 2011
17.40 WIB


Lagi suka banget lagunya "Someone Like You"-Adele
Hmm...pas banget kayaknya.. Hehehe *tertawa getir
Yang belom punya ayo ayo download lagunyaaah


...

"Never mind, I'll find someone like you
I wish nothing but the best for you, too
Don't forget me, I begged, I remember you said
Sometimes it lasts in love, but sometimes it hurts instead"

...

Rabu, 26 Oktober 2011

Sepucuk surat untuk belahan jiwaku..

Assalamu'alaikum...

Mungkin ini akan terdengar sedikit gila untukmu, wahai kekasih hatiku dimanapun engkau berada
Tapi tunggu dulu,,!
Sebelum aku mengungkapkan isi hatiku ada baiknya engkau menghilangkan prasangka yang mengganjal di hati tentangku
--sudah??--

Kalau masih belum bisa, tolong benar-benar bersihkan dahulu jiwamu itu tentang hal yang tak berkenan tentangku, lihat aku dari sisi yang lain...
--sungguh?sudahkah?--

Baiklah...mari kita mulai saja ya sayang...

Kekasihku...
Tahukah engkau, jika aku sebenarnya menunggumu sejak lama...
Namun engkau tak kunjung datang jua
Bahkan aku tak tahu engkau di belahan bumi mana
Bagaimana rupamu
Bagaimana sikapmu
Bagaimana pribadimu
Berjuta pertanyaan ada di benakku tentangmu...

Mungkin Allah belum mempertemukan jalanmu padaku...

Kekasih hatiku siapapun engkau...
Beribu tetesan hujan yang jatuh ke bumi tak 'kan tergantikan dengan tetesan air mata disetiap malam-malamku untuk memohon padaNya
Agar jika engkau datang kepadaku, engkau diberi kesehatan untuk tetap menjaga hatiku yang rentan sekali rapuh
Diberi kemudahan untuk melangkahkan kaki menuju jiwaku yang kelam dan berharap engkau akan membawa pelita bagi ruang jiwaku
Diberi rizqi lahir batin yang melimpah untuk membahagiakanku yang dengan senyum tulusmu akan mengantarkan kita pada gerbang kebahagiaan
Diberi umur yang cukup untuk selalu setia menemani hari-hariku yang kosong, dengan hadirnya engkau hariku mungkin penuh dengan makna
Diberi kesabaran untuk menghadapiku ketika aku khilaf nanti dan berharap engkau meredakanku layaknya hujan di padang gersang...

Duhai kekasihku yang masih dirahasiakanNya...
Dunia ini memang begitu luas
Namun cintaku padamu melebihi luasnya dunia ini
Meski rupamu belum aku ketahui
Namun yakinlah cinta tulusku hanya untukmu
Inilah ungkapan hatiku padamu
Meski kau tak tahu siapa aku
Namun aku yakini Allah akan mencintaimu dan menjagamu untukku

Wahai kekasihku yang akan menjadi imamku kelak...
Penantian ini terasa begitu panjang untukku..
Sempat terpikir untuk tak menginginkan adanya ikatan hati suatu hari nanti denganmu
Namun aku hanyalah insan yang menginginkan keridhoanNya dengan menjalankan sunnah RassulNya
Dan kembali mengingat ayatNya
"Bahwa setiap manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan"
Lalu aku yakini itu sayang...
Bahwa suatu hari nanti engkau akan datang kepadaku
Dengan membawa hati dan cintamu yang tak terbendung untukku

Allah mungkin sedang menguji kita sayang...
Sampai mana batas kesabaran kita

Namun cintaku...
Jika memang Dia belum mempercayakan kepadaku seorang "engkau"
Maka aku akan bersabar menantimu...
Walau harus beribu malam kulalui dengan linangan air mataku
Jika memang linanganku adalah yang terbaik untukNya...
Aku ikhlas....

Wahai belahan jiwaku...
Jika memang namamu yang tertulis di Lauful Mahfuz
Allah pasti pertemukan kita
...cepat atau lambat
Dan aku tak 'kan lelah menanti...

Sabtu, 22 Oktober 2011

Depok, 22 Oktober 2011
10.00 WIB

Kamrin sore Depok di guyur hujan...hujan yang sangat lebat...bahkan disertai angin kencang dan petir. Sempat terpikir olehku "di rumah banjir ga ya?"....tapi sepertinya para tukang pembuat gorong-gorong--yang memperbaiki saluran mampet--sudah bekerja semaksimal mungkin...hmm mungkin ga akan banjir lagi..
Tapi tetap saja rasa khawatir itu muncul. Karena tak ayal lagi, aku harus menguras rumah yang lumayan "menguras" seluruh tenagaku.

Mmmmh...mari kita kesampingkan kekhawatiranku sebentar ya--lagian juga sudah teratasi oleh para tukang,,hehe.

Bicara tentang hujan...hujan adalah sesuatu yang begitu indah--menurutku--kenapa?karena dia menyirami daerah gersang yang tak tersentuh air setetes pun, membuat kuntum bunga bermekaran, mewangikan tanah, rumput, pohon, bunga, yang memiliki bau yang sangat khas--membumi sekali, aku sangat suka bagian ini--, menghilangkan peluh yang sarat akan tuntutan, melihat para bocah berlarian kesana-kemari di bawah guyuranmu, menimba rezeki dengan payung digenggaman yang bergetar karena dingin menusuk tulang, melelapkan mata yang terhipnotis akan merdunya nyanyianmu, menghilangkan rasa rindu yang membelunggu jiwa, merecall kenangan yang tersimpan rapi di sudut hati, menitikan air mata di saat tak ada bahu untuk bersandar, disamping semua itu yang paling membuatku menanti datangnya hujan adalah berdoa ketika hujan turun karena Dia membawa rahmatNya ke bumi. Dan itu adalah salah satu do'a mustajab yang insya allah, Allah akan kabulkan. Subhanallah......

Ada hal lain lagi yang membuatku begitu rindu akan datangnya hujan....hmmm...menilik jauuuuh kebelakang, walaupun hanya terjadi beberapa menit saja...tapi begitu membekas hingga sekarang. Yaaaah,,seperti yang kubilang tadi "merecall kenangan yang tersimpan rapi di sudut hati dan nyayian rindu itu selalu abadi".

Bagaimana pun yang namanya kenangan itu selalu akan tersusun rapi di rak hati ini. Sepahit apapun kenangan itu dan tentunya dengan melupakan rasa sakit diwaktu lalu, namun peristiwanya tak 'kan dapat kita lupa bukan? ;)

Aaah sudah sudah...yang pasti aku selalu bahagia disaat hujan turun... Karena akan selalu terucap do'a yang kupanjatkan untuk orang-orang yang kusayang (‾ʃƪ‾)

Allahumma shoyyiban naafi'aa....

Senin, 17 Oktober 2011

Menapakimu......Lawu (Part 2)

Cerita sebelumnya…
Sesampainya stasiun Tanah Abang kawanku yang lelaki memesan tiket, sedangkan aku dan Dewi mencari mushola terdekat untuk melakukan shalat maghrib. 

Selesai shalat aku langsung memakai sepatuku, khawatir mereka lama menungguku. Ternyata Dewi menungguku shalat dan dia berkata,”Me, kayaknya ada sedikit masalah deh…”
“Hah?! Masalah?!”, tanyaku cemas.
“Iya..! tadi ada masalah tiket me, si Zibow udah marah-marah aja tuh ma pegawe tiketnya, harga tiketnya dinaekin Rp.5000,-, sekarang sih udah selese kayaknya“, cerita Dewi cepat.
“Ya ampuuun…ko bisa gitu sih? Aneh banget!!”, jawabku ikut-ikutan kesal. Karena bagiamanapun, kalau sudah menyangkut soal uang, sensitivitas akan tiba-tiba meningkat mengalahkan wanita yang sedang PMS (premenstrual syndrome)—hehehe.
“Iya tau tu….! Yuk naek kereta, anak-anak udah di sana”, ajak Dewi padaku sambil menyerahkan tas yang kutitipkan tadi padanya. Akupun turut dibelakangnya.

Kami pun masuk kereta kelas Ekonomi itu,”hmmm…sumpek”, pikirku sekilas. Aku, Dewi dan Ripal menyusuri gerbong kereta yang di kiri-kanannya sudah dipenuhi oleh beraneka macam orang-orang yang hendak pergi dengan tujuannya masing-masing. Mereka menatap kami seperti orang dari belahan bumi yang berbeda. Betapa tidak, Ripal dengan tas Carier yang super besar—mungkin badanku juga bisa masuk tas itu jika meringkuk—sedangkan Dewi dan aku menggendong tas ransel dan tas kecil yang kami selempangkan—tempat praktis untuk mengambil barang-barang yang sangat diperlukan. Belum lagi mereka melihat Dado dan Zibow, yang juga sama seperti bawaan Ripal. Namun sejak selesai shalat maghrib tadi, aku tidak melihat mereka berdua.
Mungkin Ripal menangkap air mukaku yang bertanya-tanya dimana Dado dan Zibow “Ada, mereka di belakang me..”, kata Ripal.
“Ooooh…”, jawabku sekenanya.

Akhirnya kami mendapatkan tempat duduk yang satu bangkunya cukup untuk tiga orang, walaupun agak sedikit sempit. Kami pun duduk bersandar dan melihat keadaan disekeliling kami.
“Terus, yang laen duduk di mana?”, tanyaku pada Dewi.
Tetapi Ripal yang menimpali, “mereka mah bisa duduk dimana aja mee..”. Oh iya, tentu saja mereka bisa duduk dimana saja, secara mereka kan kerja di PJKA. Mereka ikut pendakian ini, karena mereka sedang libur dari tugas.

Bangku di hadapan kami terisi oleh sepasang suami istri, dimana sang istri sedang hamil 5 bulan dan satu lagi perempuan—mungkin kerabat dari salah satu pasangan ini—dan tujuan mereka adalah Pekalongan. Tak jauh dari tempat duduk kami, ternyata ada saudara dari Zibow yang juga hendak pergi ke Solo.

Kami menunggu jarum jam sampai di angka 7, tapi ternyata transportasi di negeri kita tercinta ini selalu saja tak tepat waktu—ngaret, apa harus dimaklumi terus hal semacam ini?

Udara di gerbong saat itu benar-benar tidak bisa kompromi. Bahkan hanya duduk pun, peluh kami keluar dengan sendirinya. Sepertinya ini akibat oksigen yang kami hirup secara berebutan di gerbong, sehingga karbondioksida yang dihasilkan melebihi udara yang kami hirup. Yang tidak habis pikir, ada saja penumpang yang merokok disaat udara kian menipis!! Terkutuklah si perokok itu!!

Sepertinya ini akan menjadi perjalanan yang teramat sangat panjang, kurang lebih memakan waktu 12 jam. Kereta pun perlahan-lahan melaju dengan kecepatan maksimal. Aku melayangkan pandang ke luar jendela. Malam, penuh dengan kerlipan lampu-lampu yang berwarna-warni—yaaah itulah kenapa Cirebon dikatakan kota berintan—selain Kota Udang, karena posisi Cirebon yang berada di dataran rendah dan jika dilihat dari atas pada malam hari akan bertebaran ratusan cahaya kerlap-kerlip yang berwarna-warni nan indah bagai intan bertebaran dimana-mana, dan hal ini mengingatkanku pada kejadian 21 tahun silam yang tak kan pernah ku lupa sampai saat ini—menambah semarak malam kepergianku menuju Solo.

Pukul 00.00 lewat, kereta kami berhenti di Cirebon, ingin rasanya turun dan pulang ke rumah. Hmmm..pasti mamah dan saudara-saudaraku sudah terlelap di buai mimpi. Ponselku berbunyi, ah ternyata SMS dari kakakku yang ke tiga, Mas Farid.
“Udah sampe mana nyon?”, isi SMS yang dia kirimkan—hanya dia yang memanggilku “Menyon”, entahlah dari mana awalnya mungkin plesetan dari namaku sendiri “Melani”. Walaupun begitu aku senang-senang saja dipanggil dengan sebutan itu, mungkin lebih kepada panggilan sayang.
Dah sampe Cirebon nih…pengen pulaaaaang…”, rengekku.
Yaah tau gitu sih, mas ikut kamu aja ke Lawu…”, balas smsnya.
Aaaah ga ga…yang ada malah gangguin lagi..”, jawabku.
Hahaha..Ya udahlah, ati-ati disananya…”, pesannya padaku.
Iyaaaa…..”, jawabku singkat.

Kereta berhenti cukup lama di Cirebon, ini dimanfaatkan penumpang untuk pergi ke kamar kecil atau sekedar menghirup udara malam yang segar, karena di dalam kereta sudah tidak karuan lagi seperti apa udara yang di hirup. Ini pun dimanfaatkan Dewi yang dari tadi ingin ke kamar kecil. Aku keluar untuk menghirup udara malam kota Cirebon. Banyak penumpang yang keluar juga untuk melepas lelah karena duduk terlalu lama, atau bahkan sudah tidak bisa merasakan lagi pantat mereka *hahahahah :p* selama perjalanan tadi.

Setelah satu jam berlalu, kereta melaju lagi dengan kecepatan maksimal dan meninggalkan Cirebon, kota kelahiranku. Kami pun terlelap untuk beberapa saat, setelah melewati beberapa stasiun kereta, tiba-tiba seluruh penumpang di gerbong yang kami tumpangi dihebohkan dengan adanya pencopetan yang ditaksir lebih dari satu orang pelakunya, si pelaku mencopet HP dan dompet dari salah satu penumpang laki-laki. Aku pun sebenarnya sempat panik, karena bisa saja orang yang disebelahku pelakunya—Ripal donk *eh!! ;p

“Apa yang ilang mas??”, tanya para penumpang
“HP sama dompet saya!! Tadi saya lagi duduk di bawah, HP ada di saku depan kemeja saya! Dompet di saku celana belakang! Haduh gimana ini?!”, jawabnya panik.
“Oooo kayaknya yang banyak orang jualan bolak-balik itu kali ya,,biasanya mereka ga sendiri, tapi banyakan, udah joinan gitu sesama pedagang”, kata seorang penumpang yang sepertinya tahu tentang seluk beluk kereta ekonomi ini.

Sempat ada seseorang yang Dewi curigai, dan menyuruh Ripal untuk menanyakan warna HP yang hilang. Namun ternyata orang yang dimaksud Dewi bukan pelakunya.
Tak lama setelah itu, kejadian serupa pun terjadi lagi, namun kali ini di gerbong sebelah yang kebetulan Dado dan Zibow berada tak jauh dari situ. Dia mengirimi SMS ke Ripal kalau di gerbong sebelah juga ada yang kecopetan—hmmmm..nasiiiib,nasiiib…beginilah hidup merakyat, harus menelan pil pahit kenyataan hidup.

Kejadian copet tadi membuat seisi gerbong waspada, tak terkecuali aku. Itu adalah pelajaran yang patut kita petik hikmahnya, kita sebagai manusia harus tetap terjaga dengan keadaan di sekelilingnya, waspada dalam situasi apapun.

To be continue….

dado ma zibow @kereta ekonomi AC




Depok, 17 Oktber 2011
00.03 WIB

Mencoba berdamai dengan hati

Tak sepantasnya aku menghujatMu Tuhan
Apalah aku ini
Aku hanya insan yang menikmati salah satu rasa ciptaanMu
Ya, Tuhan..benar,"cinta"
Cinta yang dapat membolak-balikan hati
Hingga mampu menutupi akal sehat...

Ketika kening lebih rendah dari tumit
Aku memohon ampun padaMu
Bersujud di setiap malam-malamMu
Atas rasa cinta yang ku miliki
Ampun atas keegoanku
Ampun atas kenaifanku
Ampun atas kesombonganku
Ampun atas kelalaianku
Ampun atas segala tingkah dan laku yang ku perbuat

Yaa Qoyyuum...
Hamba hanyalah insan yang juga ingin mendapatkan rasa bahagia
Walau hanya secuil...
Ingin pula dicintai dengan cara yang baik
Tanpa ada hati yang tersakiti
Seperti halnya gemintang yang selalu setia pada rembulan Tuhan..

Yaa Latif...
Pertemukan hamba dengan belahan jiwa hamba
Mudahkan jalannya menuju hamba
Dan mudahkan jalan hamba menujunya
Agar kami dapat menikmati agungnya rasa ciptaanMu

Karena pada akhirnya
Semua insan ingin mendapatkan akhir cerita yang bahagia
Tak terkecuali Tuhan,
Akupun sama....

Rabu, 12 Oktober 2011

Glenn - "Sekali Ini Saja"

Bersamamu kulewati
Lebih dari seribu malam
Bersamamu yang kumau
Namun kenyataannya tak sejalan

Chorus:
Tuhan bila masih ku diberi kesempatan
Ijinkan aku untuk mencintanya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biar cinta hidup sekali ini saja

Bersamamu kulewati
Lebih dari seribu malam
Bersamamu yang kumau
Namun kenyataannya tak sejalan

Chorus:
Tuhan bila masih ku diberi kesempatan
Ijinkan aku untuk mencintanya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biar cinta hidup sekali ini saja

Tak sanggup bila harus jujur
Hidup tanpa hembusan nafasnya

Tuhan bila waktu dapat kuputar kembali
Sekali lagi untuk mencintanya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biarkan cinta ini, biarkan cinta ini
Hidup untuk sekali ini saja

*mmmm....terinspirasi dari pengamen di Kota Tua
diulik ah...nanti masukin youtube hahaha ;p

Selasa, 04 Oktober 2011

Menapakimu......Lawu (Part 1)

“….semburat jingga di ufuk timur, membawa kembali kenangan yang telah lama mengendap di sudut jiwa….” 

"Nanti di sana bakalan dingin lho neng”, ucap kakak lelakiku memperingatkan berkali-kali. Sampai aku pusing sendiri mendengarnya.
Dia mempersiapkan semua perlengkapan mendakiku. Sebenarnya yang mau mendaki gunung itu aku atau kakakku sih? Aku pun tahu apa-apa saja yang harus di bawa. Karena sering sekali kakakku bercerita tentang pengalaman pendakiannya di berbagai daerah, apa saja yang harus di bawa, menjaga kelakuan kita selama mendaki, dan lainnya. Pernah dia menjajikan aku untuk turut serta mendaki bersamanya, tapi sampai sekarang tak pernah terwujud. Aku juga memaklumi, dia yang seorang pekerja mana ada waktu untuk menaklukan gunung tinggi lagi. Ditambah lagi statusnya sekarang yang sudah berumah tangga.
“Bawa jaketnya yang tebel, biar ga kedinginan”, kata kakakku lagi.
“Iya maaas….ini udah bawa yang tebel”, jawabku meyakinkannya.
Seluruh perlengkapan sudah siap, waktunya aku berangkat. Setelah berpamitan pada kakakku dan iparku, aku langsung menuju stasiun Depok Lama. Di sanalah aku menunggu kawan-kawanku—lebih tepatnya, kawan-kawan baruku—untuk berangkat menuju stasiun Tanah Abang. Lumayan lama aku menunggu mereka. Aku menyapu semua wajah yang ada di stasiun itu, mungkin saja temanku Dewi sudah mununggu di sana. Tapi ternyata nihil. Tak ada satupun yang ku kenal. Oh iya, Dewi ini yang mengajakku naik gunug. Cuma dia yang ku kenal, selebihnya tidak. Ku tekan-tekan ponselku, mencoba mengabarkan dia kalau aku sudah sampai stasiun Depok Lama.
Lama berselang dan waktu menunjukkan pukul 15.28 WIB,,,Ponselku berbunyi,”Mee…di mana? Aku udah nyampe ni!” ucapnya dari seberang telepon, ternyata Dewi yang menelponku.
Aku langsung berdiri dari dudukku dan melihat sekeliling, “Aku juga udaaah…kau dimana?”
“Me, me, me! Aku liat kamu…liat ke depan deh ada yang segerombolan kan? Aku pake kerudung pink..”
Dan ternyataaaa……TARAA!!! AKU SALAH PERON! Ooooh sungguh memalukan! Ceroboh, sepertinya sudah menjadi teman baikku, hmmm…
“Oh iya udah keliatan…”, langsung kututup ponselku dan segera menghampiri mereka dengan senyum yang dipaksakan untuk menutupi rasa maluku.
Disanalah aku mengenal Ripal, Dado, dan Zibow. Sikap ketiga kawan baruku ini cukup bersahabat, aku pun merasa nyaman berbincang bersama mereka. Kami berlima berencana untuk menaklukan Gunung Lawu yang letaknya di perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur.
Tak berapa lama, kereta Ekonomi AC yang kami tunggu datang juga. Kami pun langsung berangkat menuju Tanah Abang. Sesampainya disana kami pun langsung memesan tiket. Kali ini kereta yang kami tumpangi adalah kereta ekonomi tujuan Solo Jebres—padahal tadi ketika aku di kereta Ekonimi AC, kakak meneleponku dan bertanya naik kereta apa menuju Solo? Aku bilang padanya kalau kami nanti akan naik kereta Bisnis—
Ketika adzan maghrib berkumandang, aku langsung mencari mushola untuk melakukan shalat maghrib. Kebetulan Dewi sedang berhalangan, jadi dia absen dulu dari shalat lima waktu. Sedangkan yang lainnya, mereka titip doa saja katanya padaku, sambil terkekeh aku menggelengkan kepala.
Selesai shalat aku langsung memakai sepatuku, khawatir mereka lama menungguku. Ternyata Dewi menungguku shalat dan dia berkata,”Me, kayaknya ada sedikit masalah deh…”
“Hah?! Masalah?!
 
To be continue…….