Minggu, 25 Desember 2011

Perjalanan Itu


Cirebon
18 Desember 2011
10.57 WIB

Hari ini aku bersiap-siap untuk memenuhi janji dengannya. Tujuan kami adalah berkunjung menemui "Mimi"—panggilan akang untuk ibunya—di Kuningan, tepatnya d Kutaraja, Maleber.
Aku pun berangkat menggunkan bis. Sudah lama sekali aku tidak menaiki bis menuju luar kota Cirebon. Rasanya perutku tergelitik, mengenang kembali memori dulu, dimana waktu aku masih SD ketika liburan datang, kemana-mana harus menggunakan bis.

Akhirnya aku sampai di Kuningan, Pertanian, aku menunggu di situ karena dia yang menyarankan. Dia berangkat dari Banjar, sedangkan aku dari Cirebon, dan untuk menghemat waktu kami bertemu di Kuningan, Pertanian, dan juga agar dia tidak perlu menjemputku di rumah. Namun ternyata dia masih dalam perjalanan menuju Kuningan. Aku duduk menunggunya datang, sambil menyapu  pemandangan sekitar—indah,batinku—kendaraan yang berlalu-lalang, udara yang sejuk, melihat para pelajar SMU yang telah kelar belajar seharian, petani yang bercocok tanam, anak kecil yang bermain di sawah, angin yang memainkan rok dan jilbabku, dan pesan-pesan singkat yang dia kirimkan padaku untuk bersabar menunggunya.

Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dia tiba juga. Aku berdiri menghampirinya lalu mencium tangannya. Dia meminta maaf padaku karena lama menunggunya dan aku menjawab dengan seyum simpulku, karena tak kurasa bosan menunggunya berlama-lama, sebab banyak hal yang membuatku tak jenuh untuk menunggu. Lalu kami pun menghampiri angkot 01 yang menuju rumah Mimi. Namun ternyata untuk menuju rumah Mimi, kami harus menaiki tiga angkot—tak masalah pikirku—yang berbeda jurusan.

Setelah sampai Pasar Baru kami pun berpindah angkot. Angkot yang kami tumpangi kali ini adalah angkot 07. Tapi sebelumnya kami berkeliling untuk membeli buah tangan untuk Mimi dan keluarga di rumah, dia menjatuhkan pilihan pada buah durian. Akhirnya kami berkeliling mencari buah durian, kesana-kemari, berputar-puar mencari, namun ternyata yang menjual buah durian hanya satu kios. Hmm...ragu untuk membeli, karena buahnya berukuran sedang, tidak besar, tapi karena dia tetap membeli durian itu. 

Setelah memberikan uang kepada si penjual durian kami pun naik angkot kembali. Trayek angkot 07 melewati Kuningan kota, namun setelah itu masuk ke perkampungan warga, lalu melewati sawah-sawah yang membentang luas di kanan-kirinya, dan sampailah kami di terminal kecil itu. Terminal kecil yang berisikan beberapa angkot yang berbeda jurusan dan berbeda warna. Sepi. Hanya beberapa angkot yang sedang menunggu penunmpang, bila angkot sudah terisi penuh oleh penumpang, barulah angkotpun melaju. Ya, itupun terjadi pada angkot yang kami tumpangi kali ini. Angkot terakhir membawa kami berwarna hijau terang dengan list merah di tengahnya.


Kembali pemandangan yang tersaji di luar sana adalah hamparan sawah hijau yang luas dan angin yang bermain dengan dedaunan padi seolah sudah menjadi sahabat setia yang tak terpisahkan. Diselingi candaannya padaku, dan celoteh para penumpang yang begitu akrab satu sama lain —padahal mereka tak kenal satu dengan yang lainnya—ini yang membuatku senang, sikap mereka sangat ramah dan hangat yang membuat perjalanan ini sangat menyengkan, jauh berbeda dengan suasana kota yang sangat acuh. Dan benar perjalanan jauh pun, berubah menjadi singkat.

Di sebrang mesjid At-Taqwa itu kami turun, dan kulihat plang yang bertuliskan "Pondok Pesantren Nurul Jadid Al-Jauhar". Wah..!! sudah sampai. berjalan melewati beberapa rumah penduduk, akhirnya kami sampai di tempat tujuan. 

Sebelum bertemu Mimi, kami singgah di rumah kerabat akang terlebih dahulu. Akupun memperkenalkan diri dan mereka dengan hangat menyambutku. Tak lama setelah itu, kami pun bertemu Mimi. Kata-kata yang pertama keluar dari Mimi adalah "Alit keneh wae-nya neng melan mah..", dengan tawa renyahnya.

Mimi yang ku ingat dulu adalah wanita yang berperawakan sedang, kurus, dan berkaca mata min tebal. Tapi kini, beliau cukup gemuk, namun kaca mata min tebal itu sudah di musiumkan dan berganti kaca mata yang lebih simple, namun tetap menjaga pandangan matanya. Banyak cerita yang keluar dari kami, tentang aku, tentang dia, tentang keluargaku dan keluarganya. Bahkan aku tak canggung memanggilnya dengan sebutan "Mimi". 

Haripun telah senja. Tak terasa kami mengobrol begitu lama. Ketika aku hendak pamit pulang. Mimi melarangku pergi. Karena beliau takut terjadi apa-apa denganku, apalagi kini marak pemerkosaan di dalam angkot. 
"Tos nginep wae di dieu,melang mimi mah...kasih tau ke mamahnya melan, melan nginep di sini..", ucapnya padaku.
Tapi sungguh, aku tak enak hati untukku bermalam di rumah Mimi. Namun ketika Mimi meyakinkan lagi, tentang sulitnya kendaraan untuk pulang ke kota sudah jarang bahkan tidak ada. Akupun manut dibuatnya, dan Mamahku memberi izin untukku menginap di sana, yah walau pun ku tahu pasti hatinya gelisah dan Mamah berpesan "Hati-hati ya...di rumah orang, jaga sikapnya." *emang sikapku gimana mah?hehe :p

Ketika waktu menunjukkan pukul 22.26, aku lupa belum shalat isya, dan akupun keluar untuk mengambil air wudhu. ketika ku buka pintu kamar, aku dapati dia tengah tertidur pulas di ruang TV, kutatap wajahnya dalam-dalam, hmm...lelaki ini yang memantapkan hatinya padaku.

Esoknya pagi-pagi sekali, setelah berkeliling bertemu sanak saudaranya dan berziarah ke makam kakek-nenek serta sesepuhnya. Kami pun pulang dan wanita sederhana yang dia panggil "Mimi" berseru padaku dari kejauhan "Melaann....!!! Ameng deui nyaaaaaa!!!" dengan melambaikan tangannya padaku.
Aku pun sontak berteriak "Uhunn Miiiii.........!!" dengan senyum lebarku. :)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar